Ruang lingkup kriminologi yaitu Kriminologi harus dapat menjelaskan faktor-faktor atau aspek-aspek yang terkait dengan kehadiran kejahatan dan menjawab sebab-sebab seseorang melakukan kejahatan.
1. Menurut Sutherland (1960) yang termasuk dalam bidang kriminologi adalah proses-proses dari pembuatan undang-undang, pelanggaran terhadap undang-undang tersebut, dan reaksi-reaksi terhadap pelanggaran undang-undang tersebut. Dengan begitu maka ruang lingkup kriminologi sangat berkaitan erat dengan undang-undang, dalam pembuatan, pelanggaran ataupun reaksinya.
Hubungan interaksi dari ketiga hal diatas merupakan objek studi dari kriminologi, dan merujuk kepada tiga aspek tersebut maka Sutherland (1960) membagi kriminologi dalam tiga bidang ilmu, yaitu :
1. sosiologi hukum yang bertugas mencari penjelasan tentang kondisi-kondisi terjadinya/terbentuknya hukum pidana melalui analisis ilmiah.
2. etiologi kriminal yang betugas mencari penjelasan tentang sebab-sebab terjadinya kejahatan secara analisis ilmiah.
3. penologi artinya ilmu pengetahuan tentang terjadinya atau berkembangnya hukuman, dan manfaatnya yang berhubungan dengan upaya pengendalian kejahatan (control of crime).
2. Menurut Van Bemmelen (Romli Atmasasmita, 1975:4) adalah layaknya merupakan The king without countries sebab daerah kekuasaannya tidak pernah ditetapkan.
3. Menurut Sholmo Shohan, sebagaimana dikutip oleh Romli Atmasasmita (Romli Atmasasmita, 1975:4) Kriminologi mengambil konsep dasar dan metodologi dari ilmu tingkah laku manusia dan lebih luas lagi dari nilai-nilai historis dan sosiologis dari hukum pidana
4. Wolfgang berpendapat, bahwa krimimologi harus dipandang sebagai pengetahuan yang berdiri sendiri, terpisah oleh karena kriminologi telah mempunyai data-data yang teratur secara baik dan konsep teoritis yang menggunakan metode-metode ilmiah. Dengan kedudukan seperti itu tidak dipungkiri bahwa adanya hubungan yang seimbang dalam menykong pengetahuan akan timbul dengan berbagai lapangan ilmu. Kedudukan sosiologi, psikologi, psikiatri, hukum, sejarah dan ilmu-ilmu yang lain secara sendiri-sendiri atau bersama-sama memberikan bantuannya kepada kriminologi tidak mengurangi peranan kriminologi sebagai suatu subjek yang berdiri sendiri yang didasarkan atas penelitian ilmiah.
5. Bonger (1934) memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari, menyelidiki sebab-sebab kejahatan dan gejala-gejala kejahatan seluas-luasnya. Menurut Bonger, mempelajari kejahatan seluas-luasnya adalah termasuk di dalamnya mempelajari tentang patologi sosial.
Bonger, dalam memberikan batasan kriminologi, membagi kriminologi ke dalam dua aspek:
- kriminologi praktis, yaitu kriminologi yang berdasarkan hasil penelitiannya disimpulkan manfaat praktisnya.
- kriminologi teoritis, yaitu ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengelamannya seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memeprhatikan gejala-gejala kejahatan dan mencoba menyelidiki sebab dari gejala tersebut (etiologi) dengan metode yang berlaku pada kriminologi.
Dalam kriminologi teoritis, Bonger memperluas pengertian dengan mengatakan baahwa kriminologi merupakan kumpulan dari banyak ilmu pengetahuan (Bonger, 1970:27).
- Antropologi kriminologi, yaitu ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat dilihat dari segi biologisnya yang merupakan bagian dari ilmu alam.
- Sosiologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai gejala sosial. Pokok perhatiannya adalah seberapa jauh pengaruh sosial bagi timbulnya kejahatan (etiologi sosial)
- Psikologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatn dipandang dari aspek psikologis. Penelitian tentang aspek kejiwaan dari pelaku kejahatan antara lain ditujukan pada aspek kepribadiannya.
- Psi-patologi-kriminal dan neuro-patologi-kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang sakit jiwa atau sakit sarafnya, atau lebih dikenal dengan istilahpsikiatri.
- Penologi, yaitu ilmu pengetahuan tentang tumbuh berkembangnya penghukuman, arti penghukuman, dan manfaat penghukuman.
- Kriminologi praktis, yaitu berbagai kebijakan yang dilaksanakan oleh birokrasi dalam menanggulangi kejahatan.
- Kriminalistik, yaitu ilmu pengetahuan yang dipergunakan untuk menyelidiki terjadinya suatu peristiwa kejahatan
Bonger, dalam analisanya terhadap masalah kejahatan, lebih mempergunakan pendekatan sosiologis, misalnya analisa tentang hubungan antara kejahatan dengan kemiskinan.
6. Manheimm (1965) melihat kriminologi dari sisi yang berbeda, yaitu kriminologi dapat dikategorikan secara luas ataupun secara sempit. Secara luas yakni mempelajari penologi dan metode-metode yang berkaitan dengan kejahatan dan masalah pencegahan kejahatan dengan tindakan yang bersifat non punit, sedangakan dalam arti sempit kriminologi hanya mempelajari tentang kejahatan. Karena mempelajari kejahatan, maka pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan deskriptif, kausalitas dan normative
Menurut Manheim, kajian terhadap tingkah laku jahat dapa disimpulkan terdiri dari tiga bentuk dasar:
- Pendekatan deskriptif… pengamatan dan pengumpulan fakta tentang pelaku kejahatan.
- Pendekatan kausal… penafsiran terhadap fakta yang diamati yang dapat dipergunakan untuk mengetahui penyebab kejahatan, baik secara umum maupun yang terjadi pada seorang individu.
- Pendekatan normatif… bertujuan untuk mecapai dalil-dalil ilmiah yang valid dan berlaku secara umum maupun persamaan serta kecenderungan-kecenderungan kejahatan.
7. Haskell dan Yablonsky (194) menekan definisi kriminologi pada muatan penelitiannya dengan mengatakan bahawa kriminologi secara khusus adalah merupakan disiplin ilmiah tentang pelaku kejahatan dan tindakan kejahatan yang meliputi:
- Sifat dan tingkat kejahatan
- sebab musabab kejahatan dan kriminalitas
- perkembangan hukum pidana dan sistem peradilan pidana
- ciri-ciri kejahatan
- pembinaan pelaku kejahatan
- pola-pola kriminalitas
- dampak kejahatan terhadap perubahan sosial (Haskell, Yablonsky, 1974: 3).(sumber: http://manshurzikri.wordpress.com/2009/12/01/pengantar-kriminologi/)