Saturday, 17 March 2012

Ruang Lingkup Kriminologi

Ruang lingkup kriminologi yaitu Kriminologi harus dapat menjelaskan faktor-faktor atau aspek-aspek yang terkait dengan kehadiran kejahatan dan menjawab sebab-sebab seseorang melakukan kejahatan.
1.      Menurut Sutherland (1960) yang termasuk dalam bidang kriminologi adalah  proses-proses dari pembuatan undang-undang, pelanggaran terhadap undang-undang tersebut, dan reaksi-reaksi terhadap pelanggaran undang-undang tersebut. Dengan begitu maka ruang lingkup kriminologi sangat berkaitan erat dengan undang-undang, dalam pembuatan, pelanggaran ataupun reaksinya.

Hubungan interaksi dari ketiga hal diatas merupakan objek studi dari kriminologi, dan merujuk kepada tiga aspek tersebut maka Sutherland (1960) membagi kriminologi dalam tiga bidang ilmu, yaitu :
1. sosiologi hukum yang bertugas mencari penjelasan tentang kondisi-kondisi terjadinya/terbentuknya hukum pidana melalui analisis ilmiah.
2. etiologi kriminal yang betugas mencari penjelasan tentang sebab-sebab terjadinya kejahatan secara analisis ilmiah.
3. penologi artinya ilmu pengetahuan tentang terjadinya atau berkembangnya hukuman, dan manfaatnya yang berhubungan dengan upaya pengendalian kejahatan (control of crime).

2.      Menurut Van Bemmelen (Romli Atmasasmita, 1975:4) adalah layaknya merupakan The king without countries sebab daerah kekuasaannya tidak pernah ditetapkan.

3.      Menurut Sholmo Shohan, sebagaimana dikutip oleh Romli Atmasasmita (Romli Atmasasmita, 1975:4) Kriminologi mengambil konsep dasar dan metodologi dari ilmu tingkah laku manusia dan lebih luas lagi dari nilai-nilai historis dan sosiologis dari hukum pidana

4.      Wolfgang berpendapat, bahwa krimimologi harus dipandang sebagai pengetahuan yang berdiri sendiri, terpisah oleh karena kriminologi telah mempunyai data-data yang teratur secara baik dan konsep teoritis yang menggunakan metode-metode ilmiah. Dengan kedudukan seperti itu tidak dipungkiri bahwa adanya hubungan yang seimbang dalam menykong pengetahuan akan timbul dengan berbagai lapangan ilmu. Kedudukan sosiologi, psikologi, psikiatri, hukum, sejarah dan ilmu-ilmu yang lain secara sendiri-sendiri atau bersama-sama memberikan bantuannya kepada kriminologi tidak mengurangi peranan kriminologi sebagai suatu subjek yang berdiri sendiri yang didasarkan atas penelitian ilmiah.

5.      Bonger (1934) memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari, menyelidiki sebab-sebab kejahatan dan gejala-gejala kejahatan seluas-luasnya. Menurut Bonger, mempelajari kejahatan seluas-luasnya adalah termasuk di dalamnya mempelajari tentang patologi sosial.

Bonger, dalam memberikan batasan kriminologi, membagi kriminologi ke dalam dua aspek:
  1. kriminologi praktis, yaitu kriminologi yang berdasarkan hasil penelitiannya disimpulkan manfaat praktisnya.
  2. kriminologi teoritis, yaitu ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengelamannya seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memeprhatikan gejala-gejala kejahatan dan mencoba menyelidiki sebab dari gejala tersebut (etiologi) dengan metode yang berlaku pada kriminologi.
Dalam kriminologi teoritis, Bonger memperluas pengertian dengan mengatakan baahwa kriminologi merupakan kumpulan dari banyak ilmu pengetahuan (Bonger, 1970:27).
  1. Antropologi kriminologi, yaitu ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat dilihat dari segi biologisnya yang merupakan bagian dari ilmu alam.
  2. Sosiologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai gejala sosial. Pokok perhatiannya adalah seberapa jauh pengaruh sosial bagi timbulnya kejahatan (etiologi sosial)
  3. Psikologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatn dipandang dari aspek psikologis. Penelitian tentang aspek kejiwaan dari pelaku kejahatan antara lain ditujukan pada aspek kepribadiannya.
  4. Psi-patologi-kriminal dan neuro-patologi-kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang sakit jiwa atau sakit sarafnya, atau lebih dikenal dengan istilahpsikiatri.
  5. Penologi, yaitu ilmu pengetahuan tentang tumbuh berkembangnya penghukuman, arti penghukuman, dan manfaat penghukuman.
  6. Kriminologi praktis, yaitu berbagai kebijakan yang dilaksanakan oleh birokrasi dalam menanggulangi kejahatan.
  7. Kriminalistik, yaitu ilmu pengetahuan yang dipergunakan untuk menyelidiki terjadinya suatu peristiwa kejahatan
Bonger, dalam analisanya terhadap masalah kejahatan, lebih mempergunakan pendekatan sosiologis, misalnya analisa tentang hubungan antara kejahatan dengan kemiskinan.
6.      Manheimm (1965) melihat kriminologi dari sisi yang berbeda, yaitu kriminologi dapat dikategorikan secara luas ataupun secara sempit. Secara luas yakni mempelajari penologi dan metode-metode yang berkaitan dengan kejahatan dan masalah pencegahan kejahatan dengan tindakan yang bersifat non punit, sedangakan dalam arti sempit kriminologi hanya mempelajari tentang kejahatan. Karena mempelajari kejahatan, maka pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan deskriptif, kausalitas dan normative

Menurut Manheim, kajian terhadap tingkah laku jahat dapa disimpulkan terdiri dari tiga bentuk dasar:
  1. Pendekatan deskriptif… pengamatan dan pengumpulan fakta tentang pelaku kejahatan.
  2. Pendekatan kausal… penafsiran terhadap fakta yang diamati yang dapat dipergunakan untuk mengetahui penyebab kejahatan, baik secara umum maupun yang terjadi pada seorang individu.
  3. Pendekatan normatif… bertujuan untuk mecapai dalil-dalil ilmiah yang valid dan berlaku secara umum maupun persamaan serta kecenderungan-kecenderungan kejahatan.

7. Haskell dan Yablonsky (194) menekan definisi kriminologi pada muatan penelitiannya dengan mengatakan bahawa kriminologi secara khusus adalah merupakan disiplin ilmiah tentang pelaku kejahatan dan tindakan kejahatan yang meliputi:
  1. Sifat dan tingkat kejahatan
  2. sebab musabab kejahatan dan kriminalitas
  3. perkembangan hukum pidana dan sistem peradilan pidana
  4. ciri-ciri kejahatan
  5. pembinaan pelaku kejahatan
  6. pola-pola kriminalitas
  7. dampak kejahatan terhadap perubahan sosial (Haskell, Yablonsky, 1974: 3).(sumber: http://manshurzikri.wordpress.com/2009/12/01/pengantar-kriminologi/)


Selengkapnya...

Pengertian Komunikasi Massal dan Ciri - Cirinya

Menurut Nurudin, M.Si
”Pengantar Komunikasi Massa”

1. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga.
Komunikiator dalam komunikasi itu tidak hanya satu orang, melainkan beberapa orang. Mereka memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing dan berbeda-beda, namun membentuk satu kesatuan informasi dalam sebuah lembaga. Di dalam komunikasi massa, komunikator merupakan lembaga media massa itu sendiri, membentuk organisasi sosial yang mampu memproduksi pesan dan mengirimkannya kepada khalayak banyak dalam waktu yang bersamaan.

2. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen.
Penerima informasi dalam komunikasi massa ini berasal dari berbagai macam latar belakang yang berbeda, tingkat usia, status sosial, jenis kelamin, agama, suku, ras dan kebudayaan yang berbeda-beda pula. Namun dalam kegiatan ini, komunikan tidak dapat bertemun langsung (bertatap muka) dengan komunikatornya.

3. Pesannya bersifat umum.
Pesan yang disampaikan dari komunikator tidak hanya ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat saja, melainkan kepada masyarakat umum. Semua orang memiliki hak yang sama dalam menerima informasi atau pesan. Bentuk informasi yang disampaikan pun mudah dimengerti dan diterima olah khalayak bnayak, dalam hal ini adalah masyarakat umum.

4. Komunikasinya berlangsung satu arah.
Komunikasi dalam komunikasi massa berlangsung melalui media massa. Dalam hal ini komunikator selalu aktif dalam menyampaikan pesan, begitu pula komunikannya juga aktif menerima pesan. Tetapi keduanya tidak dapat melakukan kontak langsung bahkan tidak ada dialog seperti halnya komunikasi antarpersonal, sehingga disebut komunikasi massa bersifat satu arah.

5. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan.
Keserempakan dalam hal ini yang dimaksud adalah waktu yang dipakai dalam proses penyebaran pesan. Komunikator menyampaikan pesan dalam waktu yang hampir bersamaan kepada khalayak banyak yang terpisah jarak antara satu dengan yang lain dan mungkin berjauhan dari keberadaan komunikator.

6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis.
Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa. Tentu saja media massa merupakan alat utama yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Maka dari itu, media massa pastinya membutuhkan peralatan untuk dapat menyampaikan pesan-pesannhya dalam waktu yang bersamaan dan penyebaran tempat yang terpisah dan berbeda-beda.

7. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper.
Gatekeeper atau yang biasa kita sebut penjaga gawang dalam komunikasi massa adalah orang yang bertugas untuk mengedit, menambah atau mengurangi, menganalisis, mengintepretasi, menyederhanakan, dan mengemas pesan agar semua informasi dapat dipahami. Gatekeeper adalah yang menentukan pengemasan pesan dalam media massa.

Menurut Dominick:
Terjemahan “The Dynamic Of Mass Communication, Tenth Edition”

1. Komunikasi massa diproduk di oleh organisasi yang formal.
Dalam sebuah komunikasi massa, terdapat beberapa struktur organisasi formal, antara lain direktur, manajer, tim redaksi, tim produksi, dll. Masing-masing bagian dari organisasi tersebut mempunyai jobdesk sendiri-sendiri sesuai dengan keahliannya masing-masing dan mereka memiliki tanggung jawab dengan setiap pekerjaan atau jobdesk nya.
Dalam sebuah birokrasi organisasi, pengambilan keputusan terhadap suatu permasalahan di lakukan dalam sebuah rapat yang dihadiri oleh masing-masing bidang yang ada di organisasi media massa tersebut.

2. Komunikasi massa memiliki beberapa gatekeeper.
Dalam sebuah organisasi media massa, terdapat beberapa orang gatekeeper atau kepala di tiap-tiap bagian media massa. Mereka memiliki tugas untuk mengontrol setiap bahan yang akan di berikan kepada public.

3. Komunikasi massa membutuhkan modal/biaya untuk produksinya.
Sebuah organisasi media massa, mereka yang mempunyai modal dapat mempertahankan organisasinya untuk tetap eksis. Media ekonomi telah memberikan kontribusi terhadap tren lain yang dibuat sendiri jelaspada akhir abad ke-20: konsolidasi kepemilikan. perusahaan yang memiliki sumber daya keuangan yang kuat adalah paling mungkin untuk bertahan hidup biaya operasionaltinggi dan lebih mampu untuk menyelesaikan di pasar.

4. Komunikasi massa member keuntungan yang sangat kompetitif.
Di amerika serikat organisasi media massa komunikasi yang ada untuk membuat keuntungan.meskipun ada beberapa pengecualian. jika mereka tidak menghasilkan uang, mereka pergi keluar dari bisnis. Konsumen adalah sumber utama dari keuntungan, karena penonton adalah sumber keuntungan, organisasi komunikasi massa bersaing satu sama lain untuk menarik penonton. ini seharusnya tidak mengejutkan untuk siapa saja yang pernah menonton televisi atau melewati stand majalah. jaringan TV besar saling bersaing untuk mencapai peringkat, menghabiskan jutaan dolar setiap tahun untuk mempromosikan musim gugur baru.

Menurut William L. Rivers - Jay W. Jensen - Theodore Peterson
”Media Massa dan Masyarakat Modern”

1. Bersifat satu arah.
Komunikator memberikan informasi kepada komunikan, namun komunikan tidak dapat lagsung bertemu dengan komunikator. Meski tidak ada interaksi komunikasi secara langsung layaknya komunikasi antarpribadi, namun efek yang ditimbulkan akan sama dengan komunikan yang seolah-olah bertatap muka langsung dengan komunikator yang dalam hal ini melalui media massa.

2. Selalu ada proses seleksi.
Informasi yang didapat dalam proses komunikasi massa selalu melalui tahap penyeleksian. Tidak semua berita dan informasi dengan begitu saja langsung disampaikan kepada komunikan. Ada pesan-pesan yang sebaiknya disensor atau dihilangkan, untuk mencegah pemahan yang berbeda terhadap komunikannya.

3. Media mampu menjangkau khalayak secara luas.
Berita yang disampaikan komunikator dapat diterima komunikan diberbagai tempat dan daerah yang terpisah. Untuk mencapai jangkauan yang luas itu, komunikator menggunakan fungsi media massa. Menyebarkan informasi secara bersamaan dan serentak dengan wilayahnya masing-masing. Biasanya setiap media memiliki kontributor di masing-masing daerah.

4. Meraih khalayak sebanyak mungkin.
Siapapun berhal mendapatkan informasi, sehingga komunikasi massa melalui media massa akan berusaha menyampaikan pesannya kepada sebanyak mungkin khalayak dengan fungsi kontributor media yang dimiliki. Semakin luas jangkauannya, maka akan semakin banyak capaian khalayak atau komunikan yang menerima pesan.

5. Komunikasi oleh institusi sosial harus peka terhadap kondisi lingkungan.
Tidak semua pesan dapat diterima komunikan begitu saja. Terutama komunikan yang mungkin berada didaerah-daerah konflik. Pesan yang mengandung unsur sara akan lebih sensitif menarik tanggapan dan respon khalayak yang berada didaerah-daerah tersebut. Untuk itu, komunikasi yang dilakukan oleh institusi sosial harus bersifat netral, objektif dan peka terhadap kondisi lingkungan.

Menurut McQuail:
“Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar”

1. Sumber dari komunikasi massa bukan dari perorangan, tetapi organisasi formal, “sender” atau pengirimnya seringkali merupakan komunikator profesional. Sehingga meminimalisir kesalahpahaman informsi yang disampaikan komunikator kepada komunikan.

2. Pesan yang disampaikan beragam, dapat diperkirakan, dan diproses, distandarisasi, dan selalu diperbanyak; merupakan produk dan komoditi yang bernilai tukar.

3. Hubungan pengirim-penerima bersifat satu arah, interpersonal, bahkan mungkin selali sering bersifat non-moral dan kalkulatif. Seringkali hanya keduanya saja yang mengerti akan pesan yang disampaikan. Sang pengirim biasanya tidak bertanggung jawab atas konsekuensi yang terjadi pada individu dan pesan yang dijualbelikan dengan uang atau ditukar dengan perhatian tertentu. Jarang sekali pesan yang disampaikan bersifat interaktif.

4. Penerima merupakan bagian dari khalayak luas. Karena memang sasaran dari komunikasi massa adalah masyarakat banyak dan bersifat umum. Dimana ia merasakan pengalaman dan memberikan reaksi secara bersama-sama dengan orang lain menurut pola tertentu yang dapat diperkirakan sebelumnya.

5. Mencakup kontak secara serentak antara satu pengirim dengan banyak penerima. Pesan yang disampaikan menciptakan pengaruh luas dalam waktu singkat, dan menimbulkan respon secara seketika dari banyak orang secara serentak.

6. Pesan merupakan suatu produk dan komoditi yang mempunyai nilai tukar, serta acuan simbolik yang mengandung nilai “kegunaan”. Dalam hal ini, pesan bias digunakan sebagai fungsi komersil.

Menurut Mursito
“Memahami Media Institusi”

1. Penyampaian pesan (melalui media massa) ditujukan kepada khalayak luas, heterogen, anonim, tersebar serta tidak mengenal batas geografis kultural. Khalayak luas dan heterogen artinya “semua orang” yang terterpa oleh media tanpa terkecuali. Anonim artinya, media tidak mengenal siapa saja yang diterpa oleh pesannya. Tidak mengenal batas geografis kultural artinya, teknologi komunikasi yang dapat mencapai wilayah tak terbatas.

2. Bentuk kegiatan komunikasi melalui media massa bersifat umum, bukan perorangan atau pribadi. Jadi pesan-pesan yang disampaikan melalui media harus mudah dipahami seluruh khalayaknya, agar pesan diterima seluruh khalayak secara sama.

3. Pola penyampaian pesan cenderung berjalan satu arah. Artinya, tidak ada umpan balik, kalaupun ada umpan balik dari khalayak, berlangsung secara tertunda. Misalnya, surat pembaca dalam Solopos, tanggal pemuatan surat pembaca dengan tanggal pembuatannya berbeda satu atau dua hari, bahkan mungkin lebih.

4. Kegiatan komunikasi massa dilakukan secara terencana, terjadwal dan terorganisir, dengan perkataan lain kegiatan komunikasi massa dilakukan dengan organisasi dan manajemen modern. Dengan kata lain kegiatan tanpa unsur-unsur diatas media tidak akan berjalan baik, karena mereka tergabung dalam satu kesatuan.

5. Penyampaian pesan disampaikan secara berkala, tidak bersifat temporer. Misalnya, Koran yang terbit harian dan Majalah yang terbit mingguan.
Keenam, isi pesan yang disampaikan mencakup berbagai aspek kehidupan (sosial, politik, budaya, dan lain-lain), baik yang bersifat informatif, edukatif, ataupun hiburan. Jadi, media harus memperhatikan unsur-unsur diatas untuk mempertimbangkan program-program yang akan ditayangkan, agar berjalan sesuai dengan fungsi media

Selengkapnya...

Pentingnya Marketing Mix Dalam Berbisnis

Tak pernah dipungkiri bahwa pemasaran masih memiliki peran penting dalam sebuah bisnis. Dengan adanya pemasaran dapat membantu memberikan informasi mengenai barang atau jasa yang ditawarkan sebuah perusahaan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen sesuai dengan sasaran pasar. Karena produk barang atau jasa akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi, jika kita dapat menyediakan apa yang konsumen butuhkan.

Pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen membutuhkan konsep pemasaran yang biasa disebut dengan istilah marketing mix. Marketing mix merupakan kombinasi dari empat variable penting dari konsep pemasaran yang dapat dikendalikan oleh perusahaan. Empat variable atau kegiatan inti tersebut meliputi produk ( product ), harga ( price ), tempat ( place ), dan promosi ( promotion ), dan biasa disingkat dengan 4P. Namun karena pemasaran bukan ilmu pasti, kini marketing mix telah berkembang sesuai dengan kondisi pasar menjadi 7P dimana 3P selanjutnya yaitu proses ( process ), orang ( people ), dan bukti fisik ( physical evidence ).

Berikut pembahasan singkat mengenai 7P pada marketing mix :

1. Product ( produk )
Product adalah segala sesuatu ( barang atau jasa ) yang ditawarkan kepada masyarakat untuk mendapatkan perhatian, pembelian, atau dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat. Bukan hanya kualitas produk yang dibutuhkan konsumen, namun sistem pelayanan yang diberikan dan desain produk yang menarik juga memberikan nilai lebih pada konsumen untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk.

2. Price ( harga )
Price adalah sejumlah uang yang harus dibayar konsumen untuk mendapatkan sebuah produk atau jasa. Atau dapat juga diartikan sebagai nilai tukar untuk memperoleh keuntungan dari produk atau jasa yang dibutuhkan. Harga merupakan salah satu variable marketing mix yang bersifat fleksibel, terkadang bisa stabil dalam beberapa waktu dengan harga tertentu namun bisa juga tiba – tiba meningkat atau turun tajam disesuaikan degan kondisi permintaan pasar.

3. Place ( tempat )
Place merupakan kegiatan bisnis untuk membuat produk atau jasa yang ditawarkan lebih mudah terjangkau oleh konsumen, dan dapat tersedia pada sasaran pasar yang tepat. Variabel tempat juga meliputi saluran distribusi untuk menjangkau konsumen yang tersebar luas. Sehingga beberapa perusahaan membuka kantor cabang di daerah – daerah untuk memudahkan konsumennya.

4. Promotion ( promosi )
Promotion adalah kegiatan untuk memperkenalkan suatu produk atau jasa pada pasar sasaran, untuk membangun persepsi pelanggan mengenai produka atau jasa yang ditawarkan. Konsep promosi yang biasa digunakan antara lain advertising, public relation, sales promotion, personal selling, serta direct marketing.

5. Process ( proses )
Process adalah serangkaian tindakan yang diperlukan untuk memberikan produk atau jasa dengan pelayanan yang terbaik kepada konsumen. Suatu proses bisa berisi tentang metode atau prosedur yang diberlakukan untuk memperoleh produk yang dibutuhkan konsumen. Proses pelayanan yang cepat, mudah dan ramah memberikan nilai lebih konsumen terhadap suatu produk.

6. People ( orang )
People adalah semua orang yang terlibat dalam kegiatan memproduksi produk serta memberikan pelayanan produk kepada konsumen. Orang yang memproduksi dan memasarkan suatu produk juga memiliki penilaian dimata konsumen.

7. Physical evidence ( bukti fisik )
Physical evidence adalah perangkat – perangkat yang dibutuhkan untuk mendukung penampilan suatu produk, sehingga memperlihatkan secara langsung kualitas produk serta pelayanan yang diberikan kepada konsumen.
Dari pembahasan pentingnya marketing mix dalam berbisnis, dapat disimpulkan bahwa ke tujuh variabel yang ada pada marketing mix saling berhubungan, sehingga harus ada koordinasi yang baik dengan berbagai divisi yang ada pada suatu perusahaan untuk menghasilkan konsep pemasaran yang tepat. Salam sukses.
(sumber:http://bisnisukm.com/pentingnya-marketing-mix-dalam-berbisnis.html)

Selengkapnya...

Friday, 16 March 2012

The Nature of Management Controls Systems

Element of management control systems include strategic planning, budgeting, resource allocation, and transfer pricing. Management control systems must fit the firm’s strategy, and also some give perspective that strategies emerge through experimentation, which are influenced by the firm’s management systems.
Ø      Basic concept
Control
Element of control systems:
1.      A detector, report what is happening throughout the organization.
2.      An assessor, compare this information with the desire state.
3.      An effectors, take corrective action once a significant difference between the actual state and the desired state has been perceived.
4.      A communication network, tells manager what is happening and how that compares to the desires state.
Management
The management control process is the process by which managers at all levels ensure that the people they supervise implement their intended strategies.
Systems
A system is a prescribed and usually repetitious way of carrying out an activity or a set of activities. Systems are characterized by a more or less rhythmic, coordinated, and recurring series of steps intended to accomplish a specified purpose.
Ø      Boundaries of management control
Strategy formulation is the least systematic of the three, task control is most systematic, and management control lies in between. Strategy formulation focuses on the long run, task control focuses on short-run activities, and management control is in between. Strategy formulation uses rough approximations of the future, task control uses current accurate data, and management control is in between. Each activity involves both planning and control, but the emphasis varies with the type of activity. The planning process is much more important in strategy formulation, the control process is much more important in task control, and planning and control are of approximately equal importance in management control.
Management Control
Management control is the process by which managers influence other members of the organization to implement the organization’s strategies.
Management control activities:
1.      Planning
2.      Coordinating
3.      Communicating
4.      Evaluating
5.      Deciding
6.      Influencing
Goal Congruence
Although systematic, the management control process is by no means mechanical; rather, it involves interactions among individuals, which cannot be described in mechanical way. Managers have personal as well as organization goals. The central control problem is to include them to act in pursuit of their personal goals in way that will help attain the organization’s goals as well.
Tool for implementing strategy
Management control focuses primarily on strategy execution. Management controls are only one of the tools managers use in implementing desired strategies.
Financial and non financial emphasis
The financial dimension focuses on the monetary “bottom line” - net income, return on equity, and so forth. But virtually all organizational subunits have nonfinancial objectives – product quality, market share, customer satisfaction, on-time delivery, and employee morale.
Strategy Formulation
Strategy formulation is the process of deciding on the goals of the organization and the strategies for attaining these goals. Goals are timeless; they exist until they are changed, and they are changed only rarely.
Distinctions between strategy formulation and management control
Strategy formulation is the process of deciding on new strategies; management control is the process of implementing those strategies. From the standpoint of system design, the most important distinction between strategy formulation and management control is that strategy formulation is essentially unsystematic.
Task Control
Task control is process of ensuring that specified tasks are carried out effectively and efficiently. Task control is transaction-oriented – that is, it involves the performance of individual tasks according to rules established in the management control process.
Selengkapnya...