Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan setiap makhluk, khususnya manusia yang telah memilih macam tumbuhan dan hewan yang mudah dipelihara, mudah diolah, mudah disimpan dan diawetkan, serta mempunyai manfaat yang paling banyak; rasanya yang enak dan wangi.
Pembangunan pangan merupakan pengembangan sistem pangan yang meliputi kegiatan produksi, pengolahan, distribusi dan pemasaran, keterlibatan pelaku ekonomi dan kebijakan pemerintah. Pembangunan ini dipadukan dengan perbaikan gizi untuk menjamin adanya ketahanan pangan dan keamanan pangan. Hal lainnya untuk mengembangkan diversifikasi pangan yang memperhatikan faktor-faktor seperti harga, penampakan atau kesegaran, rasa atau selera, mutu gizi dan kaitannya dengan kesehatan atau penyakit tertentu.
Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati (organik), serta air dan bahan tambahan makanan (non organik), baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Dalam konteks sistem pangan diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan dan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produks pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi manusia. Sistem pangan mencakup keamanan pangan, mutu pangan, gizi pangan dan perdagangan pangan.
Perdagangan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka pengenalan dan atau pembelian pangan, termasuk penawaran untuk menjual pangan dan kegiatan lain yang berkenan dengan pemindahtanganan pangan dengan memperoleh imbalan. Dalam hal ini berperan label pangan dan iklan pangan.
Karakteristik pangan dalam arti luas dapat digambarkan atas sumber, pemanfaatan, sifat-sifat fisik bahan dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap preferensi pangan. Khusus tentang sifat-sifat fisik bahan pangan berperan dalam pengendalian proses yang didasarkan atas perhitungan-perhitungan untuk bahan pangan khas Indonesia belum diteliti secara lengkap dan mendalam, diantaranya pengukuran laju difusi air, sifat struktur bahan, proses termal, panas jenis, sifat-sifat reologi, pembentukan regangan dan tekanan, pengaruh komponen bahan dan ukuran diameter partikel, serta pendugaan sifat-sifat elastisitas bahan.
Bahan pangan hewani yang bersumber dari hewan besar menghasilkan produk utama seperti daging dan karkas. Daging sebagai bagian dari tubuh (jaringan otot, jaringan lemak dan jaringan ikat) yang terdiri dari air dan bahan-bahan dari ternak yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk dipotong tidak mengandung tulang, tersusun atas serabut-serabut otot yang sejajar dan terikat bersama-sama oleh suatu jaringan ikat, komposisi kimia tergantung dari spesis rawan, kondisi hewan, jenis daging, karkas, proses pengawetan, penyimpanan dan metode pengepakan.
Bahan pangan hewani mempunyai sifat-sifat khas tersendiri yang sangat berbeda dengan sifat-sifat bahan pangan nabati. Bahan pangan Hewani adalah semua bahan pangan yang berupa atau dari hewan atau produk-produk yang diolah dengan menggunakan bahan dasar asal hewan. Kedua golongan bahan pangan tersebut sangat berbeda sifatnya, baik sifat fisik, sifat kimiawi maupun sifat biologiknya. Perbedaan sifat yang mencolok antara kedua bahan pangan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Bahan pangan hasil hewani pada umumnya tidak mempunyai daya tahan atau daya simpan yang lama terutama apabila bahan tersebut dalam keadaan segar. Sedangkan bahan pangan hasil nabati umumnya berdaya tahan lebih tinggi. Hanya telur yang merupakan salah satu bahan hasil hewani yang mempunyai daya tahan agak tinggi. Hal ini disebabkan karena telur mempunyai kulit yang melindungi bagian dalamnya. Sifat mudah rusak bahan pangan hewani terutama disebabkan oleh tingginya kandungan air dan sifat-sifat komponen penyusum lainnya yang merupakan komponen potesial untuk pertumbuhan mikroba.
2. Bahan pangan hewani umumnya bersifat lunak, tidak tahan terhadap tekanan dan hantaman.
3. Sifat-sifat bahan pangan hewani sangat spesifik dan sangat sukar diadakan generalisasi. Sifat-sifat daging sangat berbeda dengan sifat-sifat susu, telur ataupun ikan.
4. Bahan pangan Hewani pada umumnya merupakan sumber protein dan lemak.
Daging yang dapat dikonsumsi adalah daging yang berasal dari hewan yang sehat. Saat penyembelihan dan pemasaran berada dalam pengawasan petugas rumah potong hewan serta terbebas dari pencemaran mikroorganisme. Secara fisik, kriteria atau ciri-ciri daging yang baik adalah berwarna merah segar, berbau aromatis, memiliki konsistensi yang kenyal dan bila ditekan tidak terlalu banyak mengeluarkan cairan.
Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biological value) yang tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-zat non protein dan 2,5% mineral dan bahan-bahan lainnya (Forrest et al. 1992). Komposisi daging menurut Lawrie (1991) terdiri atas 75% air, 18% protein, 3,5% lemak dan 3,5% zat-zat non protein yang dapat larut. Secara umum, komposisi kimia daging terdiri atas 70% air, 20% protein, 9% lemak dan 1% abu. Jumlah ini akan berubah bila hewan digemukkan yang akan menurunkan persentase air dan protein serta meningkatkan persentase lemak (Romans et al. 1994). Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam amino esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin. Daging sapi mengandung asam amino leusin,
lisin, dan valin yang lebih tinggi daripada daging babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada suhu 70oC akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90 persen, sedangkan pemanasan pada suhu 160oC akan menurunkan jumlah lisin hingga 50 persen. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asam amino.
Kandungan lemak pada daging menentukan kualitas daging karena lemak menentukan cita rasa dan aroma daging. Keragaman yang nyata pada komposisi lemak terdapat antara jenis ternak memamah biak dan ternak tidak memamah biak adalah karena adanya hidrogenasi oleh mikroorganisme rumen (Soeparno 1998). Lawrie (1991) menyatakan lemak sapi kaya akan asam stearat, asam palmitat dan asam oleat. Protein daging terdiri dari protein sederhana dan protein terkonjugasi.
Berdasarkan asalnya protein dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril, dan protein jaringan ikat. Protein sarkoplasma adalah protein larut air karena umumnya dapat diekstrak oleh air dan larutan garam encer. Protein miofibril terdiri atas aktin dan miosin, serta sejumlah kecil troponin dan aktinin. Protein jaringan ikat ini memiliki sifat larut dalam larutan garam. Protein jaringan ikat merupakan fraksi protein yang tidak larut, terdiri atas protein kolagen, elastin, dan retikulin.
Karkas adalah daging yang belum dipisahkan dari tulang kerangkanya, pemotongan karkas menghasilkan bagian-bagian daging yang berbeda mutunya, yang mana menimbulkan perbedaan harga dan cara pengolahannya. Tahapan memperoleh karkas adalah inspeksi ante morten, penyembelihan, pemutusan darah, dressing dan inspeksi pasca morten.
Daging unggas merupakan bahan pangan yang baik, karena serat-seratnya pendek dan lunak. Ayam penghasil daging adalah ayam kampung, ayam ras dan ayam apkir. Daging unggas memiliki struktur otot daging yang serupa dengan hewan mamalia. Tetapi dengan perbedaan pada serat daging yang lebih pendek dan lunak, serta jaringan ikat lebih tipis. Itik penghasil daging adalah itik manila dan belibis. Karkas pada unggas meliputi otot, lemak, tulang dan kulit.
Daging ikan bersumber dari ikan laut, ikan darat dan ikan migrasi yang berdasarkan komposisinya disusun atas daging merah dan daging putih komposisi kimia daging tergantung pada jenis atau spesies, umur, jenis kelamin, musim, daerah kehidupan, jenis makanan sebagai faktor biologi (instrinsik) dan yang tersedia sebagai faktor alami (ekstrinsik).
Bahan pangan nabati bersumber dari sayuran, buah-buahan, serealia dan kacang-kacangan. Sayuran sebagai tanaman hortikultura memiliki umur kurang dari satu tahun dan merupakan tanaman musiman yang mempunyai arti penting dalam menambah variasi pada makanan, disamping kontribusi sebagai mineral (B1, Ca dan Fe) dan vitamin (A dan C). Warnanya ditentukan oleh kandungan zat warna yang disebut khlorofil, karotenoid dan flavonoid. Warna tersebut dapat dijadikan indikasi kesegaran dalam konsumsi.
Buah-buahan merupakan produk yang dikonsumsi sebagai pencuci mulut, karena mengandung vitamin C, pro vitamin A, vitamin B1 dan mineral seperti Ca dan FE. Komposisi kimia pada buah-buahan dipengaruhi oleh varietas, keadaan iklim tempat tumbuh, pemeliharaan tanaman, cara penanaman, tingkat kematangan waktu dipanen, kondisi selama pemesanan dan penyimpanan,
Serealia seperti padi. Jagung, gandum, cantel, barley, rye dan oat merupakan makanan makanan pokok manuaia, bahan pakan ternak dan industri. Struktur umum serealia meliputi kulit biji, butir biji dan lembaga. Bentuk secara umum adalah lonjong dengan berat tiap biji bervariasi.
Kedua bahan pangan tersebut memiliki beberapa sifat yang sama, yaitu mudah rusak karena mempunyai tekstur lunak, kadar air (KA) tinggi, adanya komponen zat-zat dan enzim yang masih aktif. Hal tersebut di indikasikan oleh adanya perubahan-perubahan fisiologis secara spontan yang disertai perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi maka dari itu, perlu diketahui cara-cara penanganan untuk mempertahankan mutunya melalui proses pengolahan lebih lanjut.
Penanganan dan pemilihan bahan pangan terkait dengan sortasi dan pengkelasan mutu (grading), dengan memperhatikan kerusakan bahan pangan. Sortasi ditujukan untuk mendapatkan atribut yang diinginkan (sistem operasi proses, keseragaman pindah panas, berat bahan dan daya tarik produk), maka dalam prakteknya dapat didasarkan atas berat, ukuran, bentuk dan warna. Grading merupakan penilaian penerimaan bahan pangan secara menyeluruh, maka diperlukan operasi, faktor mutu dan metode penanganan.
Bentuk penanganan bahan makanan lainnya, yaitu
(1) pengecilan ukuran bahan pangan yang dapat dilakukan dengan proses basah dan kering, serta menggunakan peralatan seperti crushing rolls, penggiling palu, penggiling cakram, buhr mill, penggiling gulingan dan pemotong;
(2) pencampuran pada bahan pangan (proses membuat bentuk seragam dari beberapa konstituen seperti padatan-cairan, padatan-padatan dan cairan-gas);
(3) penyaringan (proses pemisahan padatan maupun cairan dari komponennya melalui suatu sarana saringan yaitu media dan pembantu);
(4) pengolahan penggunakan panas (dapat berbentuk pemberian maupun pengambilan panas dari bahan yang dapat merubah sifat fisik, kimia, dan karakteristik penyimpanannya dimana mekanismenya dapat berupa konduksi, konveksi dan radiasi yang diindikasikan oleh perubahan suhu yang dapat diukur dengan derajat Celcius dan Fahrenheit, serta skala-skala absolut derajat Kelvine dan Rankine;
(5) evaporasi (upaya pengurangan jumlah air dari bahan mentah pada fase pengolahan pangan melalui tekanan pada suhu tertentu dengan menggunakan pemanasan uap dari suatu ketel yang berbentuk oven kettle atau pan evaporator, horizontal tube natural circulation evaporator, vertical natural circulation evaporator, long tube vertical type evaporator, falling film type evaporator, forced circulation type evaporator dan agitated film evaporator);
(6) pengeringan (proses dasar untuk pengawetan makanan yang mudah rusak atau busuk pada kondisi penyimpanan sebelum digunakan atau dikonsumsi, sehingga dapat menurunkan biaya dan mengurangi kesulitan dalam pengemasan, penanganan, pengangkutan dan penyimpanan); dan
(7) pendinginan dan pembekuan (upaya pengaturan suhu untuk keperluan pengawetan pangan dalam suhu rendah yang tidak mencapai titik beku (5-10°C) dan melibatkan proses perubahan fase air dari cair menjadi padat (-2°C)).
CARA MENENTUKAN KARAKTERISTIK BAHAN PANGAN
Uji sensori sangat penting dalam industri pangan karena hasilnya merupakan pintu terakhir yang menentukan apakah produk tersebut dapat dijual atau tidak. Karakteristik mutu yang diuji dengan uji sensori terutama adalah warna, flavor (kombinasi rasa dan bau), aroma, tekstur, dan konsistensi atau kekentalan produk. Mutu sensori bahan pangan adalah ciri karakteristik bahan pangan yang dimunculkan oleh satu atau kombinasi dari dua atau lebih sifat-sifat yang dapat dikenali dengan menggunakan pancaindra manusia.
Fator-faktor yang berkontribusi terhadap pembentukan sensasi rasa adalah persepsi terhadap faktor penampakan fisik (warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik), faktor kinestetika (tekstur, viskositas, konsistensi, dan perasaan di mulut atau mouth feel) dan faktor flavor (kombinasi rasa atau taste dengan bau atau odor). Ada 3 kelompok besar uji sensori, yaitu uji pembedaan (difference test), uji penerimaan (acceptance test) dan uji deskriptif (descriptive test).
Cara pengukuran yang paling umum untuk uji pembedaan adalah uji perbandingan berpasangan, uji segitiga dan uji duo-trio. Cara lain yang kurang umum adalah uji dua-dari-lima, uji penjenjangan, uji pembedaan terhadap kontrol. Jenis dan jumlah panelis untuk uji pembedaan bervariasi sesuai dengan jenis dan cara pengukuran yang dilakukan. Penggunaan panelis terlatih diharapkan menghasilkan pengukuran yang lebih baik.
Cara pengukuran uji penerimaan ada tiga macam, yaitu uji pembandingan kesukaan berpasangan, uji penjenjangan sampel jamak dan uji penilaian hedonik. Uji penerimaan tidak harus menggunakan panel terlatih, tetapi jika menggunakan panel tak terlatih jumlah panelisnya 50 orang.
Keunggulan uji sensori adalah mampu mendeskripsikan sifat-sifat tertentu yang tidak dapat digantikan dengan cara pengukuran menggunakan mesin, instrumen ataupun peralatan lain. Kelemahannya, antara lain bias, kesalahan panelis, kesalahan pengetesan, subyektivitas, kelemahan-kelemahan pengendalian peubah, dan ketidaklengkapan informasi.
Pengukuran Mutu Pangan dengan Alat
Metode pengujian mutu dengan menggunakan alat dikenal dengan metode pengujian mutu secara obyektif. Metode fisik, uji kimia, uji fisiko-kimia, uji mikrobologi, uji mikro analitik dan histologis. Untuk memonitor umur simpan produk pangan diperlukan korelasi antara hasil uji sensori dengan hasil pengukuran mutu dengan alat atau instrumen.
Metode pengukuran mutu dengan alat dapat digunakan untuk mengungkapkan karakteristik atau sifat-sifat mutu pangan yang tersembunyi. Umumnya, hasil pengukuran karakteristik mutu dengan uji sensori memiliki nilai korelasi yang tinggi dengan hasil pengukuran karakteristik mutu dengan alat. Metode pengukuran uji fisik digunakan untuk menguji warna, volume, tekstur, viskositas atau kekentalan dan konsistemsi, keempukan dan keliatan, serta bobot jenis.
Metode pengukuran untuk uji kimia dibagi dua kelompok, yaitu:
(1) Analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar abu;
(2) Analisis kualitatif/kuantitatif, yaitu komponen makro (protein, lemak, karbohidrat) maupun unsur mikro (kadar asam lemak, kadar gula, kadar asam amino).
Cara pengukuran untuk uji fisiko-kimia, antara lain :
(1) alat pH-meter untuk mengukur keasaman;
(2) refraktometer, untuk mengukur indeks refraksi (untuk mengukur kadar total padatan : terlarut);
(3) kolorimeter, untuk mengukur warna dan untuk menentukan kadar nitrogen, fosfor, sitrat, vanili gula dan sebagainya;
(4) spektrometer untuk analisis kualitatif.
Metode pengukuran uji mikrobiologis, digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif mikroorganisme, seperti bakteri, kapang, ragi dan protozoa. Uji mikrobiologis yang terkenal adalah uji total jumlah mikroba (total plate counts) dan uji koliform untuk mikroorganisme yang terdapat dalam kotoran manusia sebagai indikator apakah makanan tersebut tercemar atau tidak.
Uji mikroanalitik dan histologis digunakan untuk menganalisis unsur-unsur mikro, vitamin dan mineral, baik dengan teknologi spektrometri, kromatografi, maupun fotomikroskopi. Studi histologis dilaksanakan dengan kombinasi mikroskopi, baik sinar tampak, polarisasi maupun elektron. Uji histologis digunakan untuk mendapatkan gambaran (image) struktur jaringan maupun pola kehidupan di dalam sel jaringan hewani, nabati maupun mikroorganisme, maupun uji microstructure produk lainnya.
Kalibrasi peralatan untuk pengukuran mutu dengan alat sangat penting, sebab keakuratan dan kecermatan hasil pengukuran menjadi dasar kesahihan dan menentukan dapat/tidaknya dipercaya hasil yang diperoleh pada semua jenis analisis.
Pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati (organik), serta air dan bahan tambahan makanan (non organik), baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Dalam konteks sistem pangan diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan dan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produks pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi manusia. Sistem pangan mencakup keamanan pangan, mutu pangan, gizi pangan dan perdagangan pangan.
Perdagangan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka pengenalan dan atau pembelian pangan, termasuk penawaran untuk menjual pangan dan kegiatan lain yang berkenan dengan pemindahtanganan pangan dengan memperoleh imbalan. Dalam hal ini berperan label pangan dan iklan pangan.
Karakteristik pangan dalam arti luas dapat digambarkan atas sumber, pemanfaatan, sifat-sifat fisik bahan dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap preferensi pangan. Khusus tentang sifat-sifat fisik bahan pangan berperan dalam pengendalian proses yang didasarkan atas perhitungan-perhitungan untuk bahan pangan khas Indonesia belum diteliti secara lengkap dan mendalam, diantaranya pengukuran laju difusi air, sifat struktur bahan, proses termal, panas jenis, sifat-sifat reologi, pembentukan regangan dan tekanan, pengaruh komponen bahan dan ukuran diameter partikel, serta pendugaan sifat-sifat elastisitas bahan.
Bahan pangan hewani yang bersumber dari hewan besar menghasilkan produk utama seperti daging dan karkas. Daging sebagai bagian dari tubuh (jaringan otot, jaringan lemak dan jaringan ikat) yang terdiri dari air dan bahan-bahan dari ternak yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk dipotong tidak mengandung tulang, tersusun atas serabut-serabut otot yang sejajar dan terikat bersama-sama oleh suatu jaringan ikat, komposisi kimia tergantung dari spesis rawan, kondisi hewan, jenis daging, karkas, proses pengawetan, penyimpanan dan metode pengepakan.
Bahan pangan hewani mempunyai sifat-sifat khas tersendiri yang sangat berbeda dengan sifat-sifat bahan pangan nabati. Bahan pangan Hewani adalah semua bahan pangan yang berupa atau dari hewan atau produk-produk yang diolah dengan menggunakan bahan dasar asal hewan. Kedua golongan bahan pangan tersebut sangat berbeda sifatnya, baik sifat fisik, sifat kimiawi maupun sifat biologiknya. Perbedaan sifat yang mencolok antara kedua bahan pangan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Bahan pangan hasil hewani pada umumnya tidak mempunyai daya tahan atau daya simpan yang lama terutama apabila bahan tersebut dalam keadaan segar. Sedangkan bahan pangan hasil nabati umumnya berdaya tahan lebih tinggi. Hanya telur yang merupakan salah satu bahan hasil hewani yang mempunyai daya tahan agak tinggi. Hal ini disebabkan karena telur mempunyai kulit yang melindungi bagian dalamnya. Sifat mudah rusak bahan pangan hewani terutama disebabkan oleh tingginya kandungan air dan sifat-sifat komponen penyusum lainnya yang merupakan komponen potesial untuk pertumbuhan mikroba.
2. Bahan pangan hewani umumnya bersifat lunak, tidak tahan terhadap tekanan dan hantaman.
3. Sifat-sifat bahan pangan hewani sangat spesifik dan sangat sukar diadakan generalisasi. Sifat-sifat daging sangat berbeda dengan sifat-sifat susu, telur ataupun ikan.
4. Bahan pangan Hewani pada umumnya merupakan sumber protein dan lemak.
Daging yang dapat dikonsumsi adalah daging yang berasal dari hewan yang sehat. Saat penyembelihan dan pemasaran berada dalam pengawasan petugas rumah potong hewan serta terbebas dari pencemaran mikroorganisme. Secara fisik, kriteria atau ciri-ciri daging yang baik adalah berwarna merah segar, berbau aromatis, memiliki konsistensi yang kenyal dan bila ditekan tidak terlalu banyak mengeluarkan cairan.
Daging sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biological value) yang tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-zat non protein dan 2,5% mineral dan bahan-bahan lainnya (Forrest et al. 1992). Komposisi daging menurut Lawrie (1991) terdiri atas 75% air, 18% protein, 3,5% lemak dan 3,5% zat-zat non protein yang dapat larut. Secara umum, komposisi kimia daging terdiri atas 70% air, 20% protein, 9% lemak dan 1% abu. Jumlah ini akan berubah bila hewan digemukkan yang akan menurunkan persentase air dan protein serta meningkatkan persentase lemak (Romans et al. 1994). Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam amino esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin. Daging sapi mengandung asam amino leusin,
lisin, dan valin yang lebih tinggi daripada daging babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada suhu 70oC akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90 persen, sedangkan pemanasan pada suhu 160oC akan menurunkan jumlah lisin hingga 50 persen. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asam amino.
Kandungan lemak pada daging menentukan kualitas daging karena lemak menentukan cita rasa dan aroma daging. Keragaman yang nyata pada komposisi lemak terdapat antara jenis ternak memamah biak dan ternak tidak memamah biak adalah karena adanya hidrogenasi oleh mikroorganisme rumen (Soeparno 1998). Lawrie (1991) menyatakan lemak sapi kaya akan asam stearat, asam palmitat dan asam oleat. Protein daging terdiri dari protein sederhana dan protein terkonjugasi.
Berdasarkan asalnya protein dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril, dan protein jaringan ikat. Protein sarkoplasma adalah protein larut air karena umumnya dapat diekstrak oleh air dan larutan garam encer. Protein miofibril terdiri atas aktin dan miosin, serta sejumlah kecil troponin dan aktinin. Protein jaringan ikat ini memiliki sifat larut dalam larutan garam. Protein jaringan ikat merupakan fraksi protein yang tidak larut, terdiri atas protein kolagen, elastin, dan retikulin.
Karkas adalah daging yang belum dipisahkan dari tulang kerangkanya, pemotongan karkas menghasilkan bagian-bagian daging yang berbeda mutunya, yang mana menimbulkan perbedaan harga dan cara pengolahannya. Tahapan memperoleh karkas adalah inspeksi ante morten, penyembelihan, pemutusan darah, dressing dan inspeksi pasca morten.
Daging unggas merupakan bahan pangan yang baik, karena serat-seratnya pendek dan lunak. Ayam penghasil daging adalah ayam kampung, ayam ras dan ayam apkir. Daging unggas memiliki struktur otot daging yang serupa dengan hewan mamalia. Tetapi dengan perbedaan pada serat daging yang lebih pendek dan lunak, serta jaringan ikat lebih tipis. Itik penghasil daging adalah itik manila dan belibis. Karkas pada unggas meliputi otot, lemak, tulang dan kulit.
Daging ikan bersumber dari ikan laut, ikan darat dan ikan migrasi yang berdasarkan komposisinya disusun atas daging merah dan daging putih komposisi kimia daging tergantung pada jenis atau spesies, umur, jenis kelamin, musim, daerah kehidupan, jenis makanan sebagai faktor biologi (instrinsik) dan yang tersedia sebagai faktor alami (ekstrinsik).
Bahan pangan nabati bersumber dari sayuran, buah-buahan, serealia dan kacang-kacangan. Sayuran sebagai tanaman hortikultura memiliki umur kurang dari satu tahun dan merupakan tanaman musiman yang mempunyai arti penting dalam menambah variasi pada makanan, disamping kontribusi sebagai mineral (B1, Ca dan Fe) dan vitamin (A dan C). Warnanya ditentukan oleh kandungan zat warna yang disebut khlorofil, karotenoid dan flavonoid. Warna tersebut dapat dijadikan indikasi kesegaran dalam konsumsi.
Buah-buahan merupakan produk yang dikonsumsi sebagai pencuci mulut, karena mengandung vitamin C, pro vitamin A, vitamin B1 dan mineral seperti Ca dan FE. Komposisi kimia pada buah-buahan dipengaruhi oleh varietas, keadaan iklim tempat tumbuh, pemeliharaan tanaman, cara penanaman, tingkat kematangan waktu dipanen, kondisi selama pemesanan dan penyimpanan,
Serealia seperti padi. Jagung, gandum, cantel, barley, rye dan oat merupakan makanan makanan pokok manuaia, bahan pakan ternak dan industri. Struktur umum serealia meliputi kulit biji, butir biji dan lembaga. Bentuk secara umum adalah lonjong dengan berat tiap biji bervariasi.
Kedua bahan pangan tersebut memiliki beberapa sifat yang sama, yaitu mudah rusak karena mempunyai tekstur lunak, kadar air (KA) tinggi, adanya komponen zat-zat dan enzim yang masih aktif. Hal tersebut di indikasikan oleh adanya perubahan-perubahan fisiologis secara spontan yang disertai perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi maka dari itu, perlu diketahui cara-cara penanganan untuk mempertahankan mutunya melalui proses pengolahan lebih lanjut.
Penanganan dan pemilihan bahan pangan terkait dengan sortasi dan pengkelasan mutu (grading), dengan memperhatikan kerusakan bahan pangan. Sortasi ditujukan untuk mendapatkan atribut yang diinginkan (sistem operasi proses, keseragaman pindah panas, berat bahan dan daya tarik produk), maka dalam prakteknya dapat didasarkan atas berat, ukuran, bentuk dan warna. Grading merupakan penilaian penerimaan bahan pangan secara menyeluruh, maka diperlukan operasi, faktor mutu dan metode penanganan.
Bentuk penanganan bahan makanan lainnya, yaitu
(1) pengecilan ukuran bahan pangan yang dapat dilakukan dengan proses basah dan kering, serta menggunakan peralatan seperti crushing rolls, penggiling palu, penggiling cakram, buhr mill, penggiling gulingan dan pemotong;
(2) pencampuran pada bahan pangan (proses membuat bentuk seragam dari beberapa konstituen seperti padatan-cairan, padatan-padatan dan cairan-gas);
(3) penyaringan (proses pemisahan padatan maupun cairan dari komponennya melalui suatu sarana saringan yaitu media dan pembantu);
(4) pengolahan penggunakan panas (dapat berbentuk pemberian maupun pengambilan panas dari bahan yang dapat merubah sifat fisik, kimia, dan karakteristik penyimpanannya dimana mekanismenya dapat berupa konduksi, konveksi dan radiasi yang diindikasikan oleh perubahan suhu yang dapat diukur dengan derajat Celcius dan Fahrenheit, serta skala-skala absolut derajat Kelvine dan Rankine;
(5) evaporasi (upaya pengurangan jumlah air dari bahan mentah pada fase pengolahan pangan melalui tekanan pada suhu tertentu dengan menggunakan pemanasan uap dari suatu ketel yang berbentuk oven kettle atau pan evaporator, horizontal tube natural circulation evaporator, vertical natural circulation evaporator, long tube vertical type evaporator, falling film type evaporator, forced circulation type evaporator dan agitated film evaporator);
(6) pengeringan (proses dasar untuk pengawetan makanan yang mudah rusak atau busuk pada kondisi penyimpanan sebelum digunakan atau dikonsumsi, sehingga dapat menurunkan biaya dan mengurangi kesulitan dalam pengemasan, penanganan, pengangkutan dan penyimpanan); dan
(7) pendinginan dan pembekuan (upaya pengaturan suhu untuk keperluan pengawetan pangan dalam suhu rendah yang tidak mencapai titik beku (5-10°C) dan melibatkan proses perubahan fase air dari cair menjadi padat (-2°C)).
CARA MENENTUKAN KARAKTERISTIK BAHAN PANGAN
Uji sensori sangat penting dalam industri pangan karena hasilnya merupakan pintu terakhir yang menentukan apakah produk tersebut dapat dijual atau tidak. Karakteristik mutu yang diuji dengan uji sensori terutama adalah warna, flavor (kombinasi rasa dan bau), aroma, tekstur, dan konsistensi atau kekentalan produk. Mutu sensori bahan pangan adalah ciri karakteristik bahan pangan yang dimunculkan oleh satu atau kombinasi dari dua atau lebih sifat-sifat yang dapat dikenali dengan menggunakan pancaindra manusia.
Fator-faktor yang berkontribusi terhadap pembentukan sensasi rasa adalah persepsi terhadap faktor penampakan fisik (warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik), faktor kinestetika (tekstur, viskositas, konsistensi, dan perasaan di mulut atau mouth feel) dan faktor flavor (kombinasi rasa atau taste dengan bau atau odor). Ada 3 kelompok besar uji sensori, yaitu uji pembedaan (difference test), uji penerimaan (acceptance test) dan uji deskriptif (descriptive test).
Cara pengukuran yang paling umum untuk uji pembedaan adalah uji perbandingan berpasangan, uji segitiga dan uji duo-trio. Cara lain yang kurang umum adalah uji dua-dari-lima, uji penjenjangan, uji pembedaan terhadap kontrol. Jenis dan jumlah panelis untuk uji pembedaan bervariasi sesuai dengan jenis dan cara pengukuran yang dilakukan. Penggunaan panelis terlatih diharapkan menghasilkan pengukuran yang lebih baik.
Cara pengukuran uji penerimaan ada tiga macam, yaitu uji pembandingan kesukaan berpasangan, uji penjenjangan sampel jamak dan uji penilaian hedonik. Uji penerimaan tidak harus menggunakan panel terlatih, tetapi jika menggunakan panel tak terlatih jumlah panelisnya 50 orang.
Keunggulan uji sensori adalah mampu mendeskripsikan sifat-sifat tertentu yang tidak dapat digantikan dengan cara pengukuran menggunakan mesin, instrumen ataupun peralatan lain. Kelemahannya, antara lain bias, kesalahan panelis, kesalahan pengetesan, subyektivitas, kelemahan-kelemahan pengendalian peubah, dan ketidaklengkapan informasi.
Pengukuran Mutu Pangan dengan Alat
Metode pengujian mutu dengan menggunakan alat dikenal dengan metode pengujian mutu secara obyektif. Metode fisik, uji kimia, uji fisiko-kimia, uji mikrobologi, uji mikro analitik dan histologis. Untuk memonitor umur simpan produk pangan diperlukan korelasi antara hasil uji sensori dengan hasil pengukuran mutu dengan alat atau instrumen.
Metode pengukuran mutu dengan alat dapat digunakan untuk mengungkapkan karakteristik atau sifat-sifat mutu pangan yang tersembunyi. Umumnya, hasil pengukuran karakteristik mutu dengan uji sensori memiliki nilai korelasi yang tinggi dengan hasil pengukuran karakteristik mutu dengan alat. Metode pengukuran uji fisik digunakan untuk menguji warna, volume, tekstur, viskositas atau kekentalan dan konsistemsi, keempukan dan keliatan, serta bobot jenis.
Metode pengukuran untuk uji kimia dibagi dua kelompok, yaitu:
(1) Analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar abu;
(2) Analisis kualitatif/kuantitatif, yaitu komponen makro (protein, lemak, karbohidrat) maupun unsur mikro (kadar asam lemak, kadar gula, kadar asam amino).
Cara pengukuran untuk uji fisiko-kimia, antara lain :
(1) alat pH-meter untuk mengukur keasaman;
(2) refraktometer, untuk mengukur indeks refraksi (untuk mengukur kadar total padatan : terlarut);
(3) kolorimeter, untuk mengukur warna dan untuk menentukan kadar nitrogen, fosfor, sitrat, vanili gula dan sebagainya;
(4) spektrometer untuk analisis kualitatif.
Metode pengukuran uji mikrobiologis, digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif mikroorganisme, seperti bakteri, kapang, ragi dan protozoa. Uji mikrobiologis yang terkenal adalah uji total jumlah mikroba (total plate counts) dan uji koliform untuk mikroorganisme yang terdapat dalam kotoran manusia sebagai indikator apakah makanan tersebut tercemar atau tidak.
Uji mikroanalitik dan histologis digunakan untuk menganalisis unsur-unsur mikro, vitamin dan mineral, baik dengan teknologi spektrometri, kromatografi, maupun fotomikroskopi. Studi histologis dilaksanakan dengan kombinasi mikroskopi, baik sinar tampak, polarisasi maupun elektron. Uji histologis digunakan untuk mendapatkan gambaran (image) struktur jaringan maupun pola kehidupan di dalam sel jaringan hewani, nabati maupun mikroorganisme, maupun uji microstructure produk lainnya.
Kalibrasi peralatan untuk pengukuran mutu dengan alat sangat penting, sebab keakuratan dan kecermatan hasil pengukuran menjadi dasar kesahihan dan menentukan dapat/tidaknya dipercaya hasil yang diperoleh pada semua jenis analisis.